Buku

DIVERSION

Tulisan berikut dipublikasikan di Majalah Konstitusi – Mahkamah Konstitusi No. 116 Oktober 2016

Salah satu prinsip negara
hukum adalah adanya jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk jaminan perlindungan
terhadap hak Anak. Permasalahan mengenai hak Anak khususnya perlindungan bagi Anak
yang berkonflik dengan hukum merupakan hal yang sangat penting
. Saat ini seperangkat aturan hukum telah memberikan
perlindungan terhadap Anak yang berkonflik dengan hukum yang diselenggarakan
melalui sistem peradilan Anak (juvenile
justice system)
, yaitu dilakukan dengan cara pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana,
kebijakan ini disebut diversi (diversion).

Menurut sejarah perkembangan
hukum pidana, kata “diversion
pertama kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan pelaksanaan peradilan Anak
yang disampaikan Presiden Komisi Pidana (Presiden
t’s Crime Commisssion)
Australia di Amerika Serikat pada tahun 1960. Sebelum dikemukan istilah diversi
praktik pelaksanaan yang berbentuk seperti diversi telah ada sebelum tahun 1960
ditandai dengan berdirinya peradilan Anak (children’s
court
) sebelum abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana formal
dan formalisasi polisi untuk melakukan peringatan (police coutioning). Praktiknya telah berjalan di negara bagian
Victoria Australia pada tahun 1959 diikuti oleh negara bagian Queensland pada
tahun 1963. (Marlina, Pengembangan Konsep
Diversi dan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia
,
Disertasi, 2006)

Dalam instrumen
internasional, pengaturan mengenai diversi terdapat dalam United Nations
Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (SMRJJ) atau
The Beijing Rules (Resolusi Majelis Umum PBB 40/33 tanggal 29 November 1985),
dimana ketentuan mengenai diversi tercantum dalam Rule 11 yang pada pokoknya
menyatakan bahwa Anak yang berkonflik dengan hukum harus dialihkan di luar
peradilan pidana dengan mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik bagi Anak
(the best interest of the child) yang
tujuannya adalah untuk menghindarkan dari proses penahanan dan implikasi
negatif dari proses peradilan pidana.

Sedangkan dalam konteks Indonesia,
berbagai upaya juga telah dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap Anak
yang berkonflik dengan hukum, diantaranya Indonesia telah meratifikasi
Convention on the Rights of the Child melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang
Hak-Hak Anak).  Namun secara khusus
ketentuan yang mengatur mengenai diversi diatur dalam BAB II Pasal 6-15
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pengaturan
diversi dalam Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan
Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap
Anak yang berkonflik dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam
lingkungan sosial secara wajar.

Sedangkan tujuan diversi diatur
dalam Pasal 6 UU No. 11 Tahun 2012 adalah untuk, “a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. menyelesaikan perkara
Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan
kemerdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e. menanamkan
rasa tanggung jawab kepada Anak
.” Kemudian Pasal 8 ayat (1) menyatakan, “Prosesnya diversi dilakukan melalui
musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang
tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif
.” Pelaksanaan diversi melibatkan
semua pihak untuk bersama-sama memecahkan masalah dan mencari solusi untuk
kepentingan terbaik bagi Anak, hal itu sesuai dengan filosofi sistem peradilan
pidana Anak yaitu mengutamakan perlindungan terhadap Anak sebagai pelaku tindak
pidana.

Disamping itu, proses
diversi sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) wajib memperhatikan: “a. kepentingan korban; b. kesejahteraan
dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negatif; d. penghindaran
pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan
ketertiban umum
.”

Melalui mekanisme diversi,
Anak yang berkonflik dengan hukum dapat diperlakukan secara manusiawi,
didampingi, disediakan sarana dan prasarana khusus, sanksi yang diberikan
kepada anak sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak. Pendekatan diversi
sangat diperlukan dalam melaksanakan proses penyelesaian perkara anak diluar
mekanisme pidana, karena proses peradilan bukanlah jalan untuk menyelesaikan
permasalahan Anak yang berkonflik dengan hukum dan justru dalam proses
peradilan rawan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak Anak.

Pada dasarnya setiap Anak
mempunyai harkat dan martabat yang harus dijunjung tinggi, sehingga harus ada
jaminan terhadap hak Anak, termasuk menjamin perlindungan anak ketika
berkonflik dengan hukum sebagaimana telah diamanatkan oleh Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan
bahwa, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
.” Oleh karena itu, diperlukan
adanya kesempurnaan aturan, pemahaman serta kemampuan aparat penegak hukum
dalam melaksanakan ketentuan dan tentu juga perlunya dukungan dari masyarakat.


M LUTFI CHAKIM


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top