#AnalisisLagu

Benang Merah Kerumitan dari Seutas Keinginan Sederhana | Analisis Lagu The Emptiness Machine – Linkin Park


Manusia hidup dalam
lingkaran-lingkaran yang menjadikannya bagian dari sesuatu. Belakangan, yang
terjadi dalam lingkaran besarku sebanyak yang terjadi dalam lingkaran kecilku. Beberapa
di antaranya menyebabkanku jauh lebih banyak merenung, mendengar lagu, dan
membaca buku. Beberapa kali pula aku tergoda menulis hal-hal yang bersifat
personal di sini, tapi hal lain menjadikanku urung, bahwa lebih utama menulis
hal lain, dan berakhir pada tidak menulis sama sekali. Rupanya itulah yang
terjadi jika kaupikirkan terlalu banyak hal (dan tidak segera menumpahkannya
pada suatu medium), kau akan berakhir pusing dengan cemarut pilinan ide di
otakmu sendiri. Sejalan dengan itu, berapa banyak di antara kita yang sebetulnya
menghadapi setumpuk urusan, banyak yang perlu dikerjakan, tetapi hanya berujung
rebahan sambil scroll akun guyonan?
Ah, sorry. I digress.

———————–

     Omong-omong, akhirnya di
sinilah aku, menuliskan telaah lagu teranyar Linkin Park pascahiatusnya sekian
lama. Hiatus tersebut tentu saja karena meninggalnya vokalis utama, Chester
Bennington. Dirilisnya lagu The Emptiness Machine ini bersamaan dengan pengumuman vokalis baru mereka,
Emily Armstrong. Wow. Perempuan. Itulah yang pertama kupikirkan. Tapi jangan
salah, Kawan, sesungguhnya ia tidak lebih buruk dari Mister Bennington.

     Karya sastra selalu
didasari konflik, atau konflik muncul di dalam alur perjalanannya. Dari yang
kupelajari di mata kuliah Introduction to Literature dulu, setidaknya
ada 3 jenis konflik yang sering muncul: konflik manusia dengan dirinya sendiri;
konflik manusia dengan manusia lain; serta konflik manusia dengan alam (nature).
Bicara tentang lingkaran, lagu ini dapat dimaknai secara sempit maupun luas.
Dalam lingkaran terkecil (mari kita sebut lingkaran 1), lagu ini dapat dimaknai
sebagai kisah konflik narator dengan dirinya sendiri. Secara garis besar,
narator mengungkapkan kekecewaannya terhadap diri sendiri serta kegagalan yang
dialaminya, bahkan setelah hal-hal yang ia harus lalui dan korbankan. Dalam
lingkaran yang lebih besar (lingkaran 2), lirik The Emptiness Machine ini dapat
dimaknai sebagai konflik antara narator dengan manusia lain. Manusia di sini cukup
luas, dapat berupa lingkaran pertemanan, keluarga, hubungan romantis, maupun pekerjaan.
Dalam sudut pandang ini, narator telah mencoba berusaha sebaik mungkin, sampai
pada taraf mencoba menjadi orang lain, tetapi tetap saja yang ada malah ia terperas
secara mental dan emosional, dan ia tak akan bertahan hidup dalam kondisi
demikian. Dalam lingkaran terluas (lingkaran 3), lagu ini dapat dimaknai
sebagai konflik yang terjadi antara narator dengan produk yang dihasilkan
manusia yang bersifat masif dan sukar dikendalikan, seperti sistem, standar,
industri, dan sebagainya.

     Sebuah artikel
mengemukakan bahwa ini tentang love-hate relationship antara Linkin Park
dengan industri musik. Dalam artikel tersebut tersadur wawancara dengan pihak
LP, dan katanya memang liriknya berisikan kekesalan terhadap industri musik
yang terkadang manipulatif. Tapi itulah hebatnya musik yang ditulis secara rapi.
Jika kamu tidak tahu tentang interviu itu, kamu tidak akan menyangka bahwa lagu
ini tentang itu. Bagiku, lagu baik selalu lagu yang open to interpretation
(multitafsir). Karena sudut pandang yang itu (human vs music industry) sudah
dibahas pada artikel tertera, jadi aku hanya akan membahas sisanya.

     Karena aku sudah
memberikan petunjuk tentang garis besar makna lagu ini dalam 3 jenis lingkaran
(sudut pandang), aku tidak akan memberikan seluruh penjelasan bagaimana ketiga
sudut pandang tersebut melihat tiap-tiap baris/bait dalam lirik lagu. Aku akan
membiarkan pembaca sekalian menambal-nambal sendiri apa pun yang tidak
kutuliskan, hitung-hitung melatih creative-critical thinking, hehe. Jika
ada yang mau disampaikan, tentu saja kolom komentar bebas kalian isi! Nah,
tapi, untuk saat ini, selamat membaca terjemahan bebas serta penafsiran dariku
dulu.
😊

 

—————————–

 The Emptiness Machine


Your blades are sharpened
with precision

Kautajamkan mata pisaumu
itu persis seperti yang kauinginkan.

Flashing your favorite
point of view

Merefleksikan sudut
pandang yang kaumau.

I know you’re waiting in
the distance

Kutahu kau selalu
mengintai dari kejauhan.

Just like you always do,
just like you always do

Tepat seperti yang selalu
kamu lakukan. Selalu.

Tersirat pada bait ini
bahwa lawan sang narator bukanlah sesuatu yang akan menyerang secara impulsif
dan brutal. Musuh sang narator ini rupanya merupakan sosok yang terencana,
berhati-hati, dan akan membunuh secara perlahan. Hal itu ditandai dengan simbol
pisau yang dipersiapkan sedemikian rupa, dan menunggu dari jauh sampai saat
yang tepat. Diintai tentu menimbulkan rasa khawatir dan menyiksa. Si musuh ini,
ia hanya mau tahu sudut pandangnya saja, masa bodoh dengan perasaan narator.
Dalam lingkaran 1, ini dapat berarti narator sedang membenci dirinya sendiri
yang tidak sanggup bergerak sesuai keinginannya, terbelenggu perasaan dan
kecamuk pikirannya sendiri. Ia tahu bahwa kubangan itu akan mematikannya, namun
ia tak punya cukup kekuatan untuk keluar dari sana. Melalui sudut pandang
lingkaran 2, bisa jadi narator mengalami hubungan yang toksik dengan seseorang
atau beberapa. Mata pisau di sini dapat dikaitkan dengan kekerasan,
penelantaran, keacuhan, atau pembebanan di luar batas kemampuan yang diterima
narator. Terakhir, melalui lensa lingkaran 3, mari bayangkan skenario “
me vs
the world
”. Di sini, narator sedang memperjuangkan idealismenya melawan
sesuatu. Sesuatu itu katakanlah sistem pemerintahan yang korup, sistem
pendidikan yang rusak, atau standar sosial di mana kesuksesan berpatok pada
hal-hal yang tak lagi mulia. Dalam perputaran roda yang kian ganas itu, ia tahu
ia akan tergilas, perlahan-lahan.

     Jika kalian menonton video
musik Emptiness Machine ini, mungkin kalian menyadari bahwa anggota band ini
berlaku sebagai beberapa tokoh yang memerankan pekerjaan tertentu. Beberapa
pekerjaan itu ada barista, pegawai kantoran rendahan, pelukis, petugas kebersihan,
dan kurir. Mengapa Linkin Park memilih pekerjaan-pekerjaan tersebut? Mengapa
bukan influencer, selebgram, CEO perusahaan, atau pialang saham? Apa
yang Linkin Park coba lawan dan protes?

     Nah, dengan melihat
videonya, kita sedikit banyak mengetahui sudut pandang Linkin Park dalam
menciptakan lirik ini. Mereka menggunakan lensa ketiga yang kita punya: narator
vs sistem/standar/tatanan sosial. (Meskipun pakai lensa lain juga masih masuk,
terlebih jika kita berfokus pada liriknya saja.)

 

(Pre-chorus and Chorus)

Already pulling me in

Dan kau telah menarikku
jauh lebih dalam.

Already under my skin

Dan kau merasuki,
menguasai tiap milimeter jaringan kulitku.

And I know exactly how
this ends, I

Dan aku tahu bagaimana ini
semua akan berakhir.

Let you cut me open just
to watch me bleed

Aku membiarkanmu menikamku
hanya untuk melihatku bersimbah darah.

Gave up who I am for who
you wanted me to be

Aku bahkan memaksa diriku
berubah sesuai keinginanmu.

Don’t know why I’m hopin’
for what I won’t receive

Tak tahu mengapa aku masih
berharap pada sesuatu yang tak mampu kudapat.

Fallin’ for the promise of
the emptiness machine

Terperangkap janji seorang
manipulator ulung sepertimu.

The emptiness machine

Manipulator ulung.

Dalam bait ini, narator
merasa sudah terjerumus terlalu jauh dalam pikiran, hubungan, maupun lingkaran
sistem yang busuk itu. Terikat, terkurung, dan terpaksa mengikuti alur, ia merasa
tak memiliki kontrol penuh akan hidupnya sendiri. Mau dilihat sebagai lingkaran
1, 2 maupun 3, di sini, narator menganggap musuh ini sebagai manipulator ulung.
Pikiran dan mental yang memperdaya jasmaninya, teman atau kekasih yang menipunya,
atau penguasa serta standar umum masyarakat yang turut mempermainkannya.
Memang, narator muak. Namun hidup harus terus berjalan.

 

Goin’ around like a
revolver

It’s been decided how we
lose

Berputar (bergilir)
bagaikan pistol, telah ditetapkan bagaimana kita akan kalah.

‘Cause there’s a fire
under the altar

I keep on lyin’ to, I keep
on lyin’ to

Karena terdapat kobaran
api di bawah altar, dan ke tempat itulah aku terus-menerus disudutkan.

(Back to Pre-chorus and
Chorus)

I only wanted to be part
of something ~~

Aku hanya ingin jadi
bagian dari sesuatu.

Pistol biasanya memiliki
magasin yang dapat diisi 6 peluru. Mau diisi berapa pun, jika magasin revolver
itu berputar terus, pada akhirnya kau akan kena tembak juga. Karena tentunya
ada pihak-pihak yang menyetting pistol dan peluru tersebut, demikianlah mereka
membuatmu mati. Mungkin tidak harus kena tembak, tetapi dengan menyudutkanmu ke
sebuah altar yang berkobar. Altar biasanya digunakan untuk meletakkan sesajen
atau tumbal. Itulah posisimu di sana. Tumbal (korban) perasaan, tumbal
permainan kelas atas, dan kadang tumbal pikiran serta idealismemu sendiri. Hal
paling miris lagi menyedihkan adalah, “Tapi kan, aku hanya ingin menjadi bagian
dari sesuatu… Untuk keinginan sesederhana ini, mengapa harus mengalami
kerumitan yang sebegini kejam?”

 

I let you cut me open just
to watch me bleed

Gave up who I am for who
you wanted me to be

Aku membiarkanmu menikamku
hanya untuk melihatku bersimbah darah.

Aku bahkan memaksa diriku
berubah sesuai keinginanmu.

Don’t know why I’m hopin’,
so fuckin’ naive

Fallin’ for the promise of
the emptiness machine

The emptiness machine

Tak tahu apa yang
kuharapkan, kuakui, aku sangat sangat naif. Terperangkap janji seorang
manipulator ulung sepertimu.

Lirik pada bait ini kurang lebih sama dengan
sebelumnya. Kuulang lagi karena ada sedikit perbedaan pada baris ketiga.
Intinya, si musuh ini secara sengaja mempermainkan narator secara semena-mena.
Hingga sang narator menanggalkan jati dirinya dan mencoba menjadi sosok yang
mereka mau, hingga narator membenci dirinya sendiri, hingga ia benci pada dunia
secara keseluruhan, dan bisa jadi hingga ia benci dengan hidup. Padahal,
kesalahannya sesederhana menjadi naif dan berharap dianggap sebagai bagian dari
hidup orang lain. Menjadi kekasihmu, sahabatmu, keluargamu, orang yang
mengantar pesanan online-mu, orang yang menyeduhkan kopi untukmu, orang
yang mendidik anakmu, orang yang menuliskan kekalutannya dalam sebuah lagu, atau
orang yang karena ingin melihat apakah ia cukup bermanfaat buat orang lain, ia
menulis analisis lirik lagu.

Sederhana, tapi kejamnya dunia takkan melepasmu
begitu saja.

 

Salam bingung,

AR.


Pic credit: Rebecca Iofis


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top