Oh, I know you miss me.. *cuih.
Maafkan ya kalo tulisan kali ini rada kacau, begitu lama nggak nulis otak saya jadi mampet.

Genre: Drama, Comedy, Romance
Saya mungkin ga familiar dengan film Kevin Smith, namun menonton film doi untuk pertama kali saya langsung bisa membaca ciri khasnya yang menjadikan Chasing Amy sebagai sebuah drama unik yang “Kevin Smith” banget. Selain performa manja-seksi dari Joey Lauren Adams, kekuatan utama Chasing Amy hadir melalui naskahnya yang cerdas dan nonjok. Sentuhan humornya yang pintar dan sedikit sarkastik merupakan unsur hiburan tersendiri. Film ini juga punya dialog-dialog yang ramai, seru, dan asyik. Bahasanya mungkin kelewat kasar dan dengan istilah-istilah slang yang buat saya pribadi agak membingungkan, tapi overall masih bisa dinikmati. Cuma saya rasa ga banyak orang yang bisa menikmati film yang terlalu “berisik” ini.
“And while I was falling for you I put a ceiling on that, because you *were* a guy. Until I remembered why I opened the door to women in the first place: to not limit the likelihood of finding that one person who’d complement me so completely. So here we are. I was thorough when I looked for you. And I feel justified lying in your arms, ‘cause I got here on my own terms, and I have no question there was some place I didn’t look. And for me that makes all the difference,”.
Saya rasa di sini Kevin Smith berusaha mendobrak batas standar yang tidak hanya diterapkan oleh heteroseksual yang homophobic, namun juga dari komunitas LGBT sendiri: bahwa stop melabeli diri sendiri dengan straight, gay, atau bahkan biseksual. Mungkin orientasi seksual manusia tidak semuanya biner. Gampangnya: jika emang cinta, ya cinta aja! Inilah kenapa saya rasa Chasing Amy mengangkat kisah yang jauh melampaui masanya.
Dilihat dari perspektif lain, Kevin Smith juga tampaknya tidak ingin terjebak pada dikotomi mayoritas (heteroseksual – cissgender) yang berkuasa dan sewenang-wenang dan minoritas (LGBTQ) yang kasihan, atau politik seksual dengan propagandanya yang mencitrakan LGBT sekedar sebagai komunitas sosial korban diskriminasi yang patut dikasihani. Tengok scene ketika Alyssa mendapatkan tanggapan yang tidak mengenakkan dari teman-teman lesbiannya ketika dia mengatakan bahwa dia jatuh cinta dengan seorang pria. Bagi saya ini seperti sindiran bahwa kaum LGBT bisa juga bersikap sama seperti kaum heteroseksual yang mengucilkan temannya yang mengaku gay.
Oke, selanjutnya ulasan ini akan mengandung spoiler karena saya pengen ngebahas endingnya yang sepintas kayak ga masuk akal. Saya…. sebenarnya cukup shock dengan endingnya, atau dalam hal ini keputusan Holden (Ben Affleck) yang mengusulkan untuk melakukan threesome antara dirinya, Alyssa dan Banky untuk memperbaiki hubungan di antara mereka. Saya merasa usulan ini terdengar seperti lelucon. But is it? Saya tahu Kevin Smith pasti sudah memikirkan ending filmnya dengan cukup baik, sehingga ide threesome dari Holden ini pasti ada maksudnya.
Lalu inilah yang kemudian saya simpulkan…
Pertama, Kevin Smith kayaknya memang berusaha untuk tidak membuat Chasing Amy berakhir klise. Jikalau klise, maka endingnya kurang lebih akan seperti ini: Holden merasa ia telah melakukan kesalahan, ia akan meminta maaf pada Alyssa, berusaha menerima masa lalu Alyssa dan menyadari bahwa di luar petualangan seksual Alyssa yang sebelumnya liar, ia tahu bahwa Alyssa menemukan cinta pada dirinya. Yap. That’s very cliche yang mungkin akan kamu temukan di banyak film romantis lainnya.
Kedua, usul threesome itu terdengar konyol… karena Holden memang konyol dan tidak dewasa. Sepanjang film kita akan merasa bahwa Holden dan Banky mempunya karakter dan pemikiran yang berbeda. Banky cenderung lebih homophobic dan pemarah – ia bertingkah sangat kekanak-kanakan. Sementara Holden tampak sebagai pria open minded dan lebih dewasa. Namun rupanya Holden kemudian terjebak pada pemikiran yang sama konyolnya: ia tidak terima ketika menyadari bahwa ia bukan satu-satunya pria dalam hidup Alyssa. Alyssa boleh meniduri banyak wanita di dunia, namun dengan egoisnya Holden ga terima ketika ternyata Alyssa pernah meniduri lelaki lain (atau lebih tepatnya: dua lelaki sekaligus). Ini seperti konsep serupa betapa banyak lelaki yang terlalu memuja keperawanan dan bernafsu memerawani perempuan.
Seperti yang sudah saya bahas pada kesimpulan pertama, sebuah ending yang klise akan membuat Holden bisa menerima masa lalu Alyssa. Ia akan merasa bangga jika dirinya bisa menyadari bahwa di antara banyak petualangan seks Alyssa, Alyssa justru menemukan cinta sejati pada dirinya: seorang pria membosankan. Dan ini seperti impian yang diidam-idamkan perempuan yang mencintai pria playboy. Mungkin perempuan naif itu akan berpikir seperi ini: Oh…. that bad boy was fooled around but then suddenly fell in love with me! Sang playboy tobat, dan sang perempuan bisa bangga ia bisa “menaklukkan” pemuda liar. But then again, perspektif pria dan wanita dipengaruhi standar ganda hasil budaya patriarki. Kita jauh lebih permisif terhadap pria yang main perempuan, namun sekalinya perempuan ada yang berani mengeksplorasi seksualitasnya, oh… she’s a slut. Tak peduli ia sudah “tobat” atau tidak, citra yang melekat tetaplah murahan. Dan inilah yang tidak bisa dihilangkan dari benak Holden.
Karena itulah ia kemudian mengusulkan ide yang beneran konyol: threesome. Ia mendengar cerita Chasing Amy dari Silent Bob lalu menyadari bahwa dirinya yang kalah jumlah dan variasi petualangan seks dibandingkan pacarnya membuatnya merasa insecure. Namun alih-alih menerima kenyataan itu, ia justru berusaha mencari petualangan seks yang sama. Ia mengajukan usul threesome – dengan bodohnya – tanpa menyadari bahwa Alyssa sudah bukan lagi perempuan seperti dulu.
I love you, I always will. Know that. But I’m not your fucking whore.
Holden rupanya, masih seorang pria dengan pandangan sempit.

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.