Meski sudah baca beberapa reviewnya di media sosial, tapi gue nggak nyangka Exhuma sebagus itu! Film ini otomatis masuk dalam 10 film terbaik yang gue tonton selama tahun 2024, entah posisi nomor berapa. Film ini nggak cuma jualan horor yang bukan tipikal jump scare, tapi surprisingly juga sangat nasionalis dan anti kolonialisme!
Menurut gue, sebenarnya Exhuma ini bukan film horor deh. Film ini bisa masuk genre misteri atau investigatif yang kebetulan aja ada beberapa penampakan hantu yang bikin bulu kuduk begidik. Mirip sama Parasite, film ini berganti plot di tengah ke arah yang lebih gelap dan mengerikan. Kisah pengusiran arwah penasaran bergeser ke kisah nasionalis. Dua kisah ini juga digambarkan dengan dua elemen yang digunakan dalam fengshui; setengah film pertama didominasi air seperti hujan dan setengah film kedua didominasi oleh api.
Kalau yang menyangka film ini akan banyak adegan jumpscare atau kaget-kagetan sudah pasti kecewa. Apalagi Exhuma tipikal film slow burn yang plotnya bergerak lamban, sunyi minim dialog, dan banyak adegan yang tidak dijelaskan interpretasinya. Artinya ini adalah film yang pasti memantik diskusi begitu penonton keluar dari studio, apalagi buat mereka yang nggak familar dengan sejarah masa lalu Korea dan Jepang.
Untuk yang masih belum paham jalan ceritanya, gue akan mencoba menjelaskan dengan singkat. Tentunya akan sangat spoiler ya, jadi yang belum nonton boleh berhenti baca sampai sini untuk kemudian kembali lagi ke sini setelah nonton.
Pada tahun 1592 – 1598 Jepang menginvasi Korea yang pada saat itu belum terpisah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan. Ada seorang jenderal Jepang yang berada di Korea kalah perang kemudian dikubur oleh biksu Gisune asal Jepang yang jahat. Biksu Jepang ini ingin balas dendam kepada Korea karena telah mengalahkan Jepang dalam invasinya. Jadi dia menanamkan seratus pasak di tengah semenanjung Korea, atau di “pinggang harimau” di mana semenanjung Korea ini dipercaya bentuknya mirip harimau. Seratus pasak yang ditanam ini dipercaya yang menjadi kutukan dan memecah Korea menjadi Utara dan Selatan.
Nah satu pasak yang paling besar ditanam di dalam tubuh si jendral Jepang biar tidak ditemukan untuk kemudian bisa dicabut oleh orang-orang Korea. Si jendral Jepang pun dikubur secara vertikal, seperti layaknya menanam pasak bumi. Kemudian ada kakek keluarga Park yang seorang pengkhianat karena bekerja sama dengan Jepang, dia juga dikubur oleh biksu Gisune yang menipunya. Dia dikubur persis di atas kuburan si jendral Jepang agar semakin menutupi pasak tersebut. Biksu Gisune pun meyakinkan keluarga Park agar tidak memberikan nama pada batu nisan supaya tidak menarik para pencuri kuburan.
Tidak diberi nama pada batu nisan ini yang menjadikan setiap putra sulung di keluarga Park diganggu oleh arwah kakek moyangnya. Ada tradisi nyekar yang tidak dijalankan oleh keluarga Park, maka arwah si kakek “kelaparan” dan balas dendam pada setiap putra sulung. Ini titik awal film ini dimulai ketika dukun dipanggil untuk menyelesaikan permasalahan ini. Tapi ternyata isu ini malah mengantarkan mereka pada permasalahan lebih besar yaitu si arwah jenderal Jepang.
Ini yang membuat keempat jagoan kita mau beraksi untuk terakhir kalinya di akhir film tanpa imbalan uang, tapi motivasinya lebih ke pada mencabut sisa-sisa kolonialisme Jepang di tanah air mereka. Tapi layaknya setiap penjajahan pasti menyisakan trauma pada hidup mereka. Makanya di akhir film digambarkan mereka semua masih ada sisa kengerian itu, meski pada akhirnya mereka bisa melanjutkan hidup dengan momen pernikahan, sebagai analogi kehidupan baru.
– sobekan tiket bioskop tanggal 9 Maret 2023 –
———————————————————-
review film exhuma
review exhuma
exhuma movie review
exhuma film review
resensi film exhuma
resensi exhuma
ulasan exhuma
ulasan film exhuma
sinopsis film exhuma
sinopsis exhuma
cerita exhuma
jalan cerita exhuma