
“Melarikan diri dari rasa sakit hati itu, enggak akan membuat kita
lebih baik. Sakit hati itu harus kita nikmati.”
Terlampau sering di dalam rumah
selama pandemi Covid-19, membuat pikiran saya sering melantur kemana-mana. Pernah
pada suatu hari yang tidak terlalu indah, saya mendadak punya keinginan amat random, “duh pengen deh nonton film percintaan remajanya Screenplay Films yang
ajaib itu. Udah lama sekali rasanya.” Ternyata, dari sekian banyak doa yang
pernah hamba rapalkan, doa ini termasuk yang dikabulkan secara cepat oleh Tuhan.
Tiba-tiba saja rumah produksi ini, bekerjasama dengan IFI Sinema dan Netflix,
meluncurkan Seperti Hujan yang Jatuh ke
Bumi ke raksasa penyedia layanan streaming.
Film romansa yang didasarkan pada novel laris bertajuk sama rekaan Boy Candra
(karyanya yang lain, Malik dan Elsa,
pun sudah diadaptasi) ini memenuhi semua kriteria yang dibutuhkan untuk menjadi
sajian cinta-cintaan khas Screenplay. Di sini, kamu bisa mendapati: 1) jalinan
penceritaan yang agak sulit dibayangkan akan terwujud dalam kehidupan nyata, 2)
dialog berisi untaian kata-kata puitis yang diucapkan oleh para karakter dalam
setiap hembusan nafas mereka, dan 3) production
value yang tampak berkelas guna membedakannya dengan sajian-sajian serupa
yang khusus ditayangkan di stasiun televisi. Terdengar menyiksa menarik,
bukan? Tentu saja, seperti sudah hamba duga sebelumnya, film ini pun tak kalah
ajaibnya sekalipun telah merekrut nama-nama seperti Lasja F Susatyo (Mika, Sebelum Pagi Terulang Kembali) sebagai sutradara, serta Upi (Teman Tapi Menikah, My Stupid Boss) dan Piu Syarif (Moammar
Emka’s Jakarta Undercover) sebagai penulis skenario.
yang telah bersahabat sedari SD, Kevin (Jefri Nichol) dan Nara (Aurora Ribero).
Di mata Nara, Kevin adalah malaikat pelindung yang selalu bisa diandalkannya setiap
kali dia butuh seseorang untuk bersandar karena patah hati. Kepada Kevin, Nara
sering mengutarakan isi hati serta kekecewaannya kepada para laki-laki yang
telah mencampakannya. Nara tak pernah tahu bahwa sahabatnya ini diam-diam
menaruh rasa kepadanya. Ya, di mata Kevin, Nara lebih dari sekadar teman baik. Berkat
dia lah, Kevin untuk pertama kalinya memahami rasanya jatuh cinta meski dia
selalu ragu-ragu untuk mengutarakan perasaannya ini. Apakah karena malu atau
karena tak ingin merusak tali persahabatan? Well,
penonton tak pernah diberi tahu alasannya secara pasti. Yang jelas, sadboy yang satu ini memilih untuk terus
memendam perasaannya sementara sang pujaan hati terus menerus mencoba menjalin
hubungan baru sekalipun selalu berakhir tragis. Di saat Nara berikar akan
menghentikan kebiasaan buruknya ini lantaran lelah dipermainkan oleh lelaki,
Kevin akhirnya melihat kesempatan untuk menyatakan cinta. Tapi tentu tidak
semudah itu, Fergusooo… karena film lantas menghadirkan seorang cowok penggemar
olahraga panjat tebing bernama Juned (Axel Matthew Thomas) yang membuat Nara klepek-klepek,
dan Tiara (Nadya Arina) yang begitu terobsesi ingin menjalin hubungan dengan
Kevin sekalipun lelaki yang ditaksirnya ini jarang memberikan respon
menggembirakan tiap diajak ngobrol. Why,
Tiara, why?

Yaaa namanya juga cinta. Manusia
bisa mengabaikan logika dan enggan memberikan alasan saat sudah kepincut dengan
seseorang. Seperti Hujan yang Jatuh ke
Bumi pun demikian. Saya tak pernah bisa memahami jalan pikiran para
karakternya sampai pada satu titik akhirnya memilih untuk menyerah, lalu teringat
pada permintaan hamba yang acak. “Bukankah
kamu sendiri yang mendamba tontonan percintaan ajaib? Sekarang sudah di depan
mata lho, nikmati saja keajaibannya.” Begini nih Bun akibatnya kalau berdoa
sembarangan ke Tuhan, ku-a-lat. Sebetulnya sih film ini memulai penceritaan
dengan cukup meyakinkan. Chemistry antara
Jefri Nichol dan Aurora Ribero yang asyik seolah mengindikasikan kalau kisah
asmara di sini akan menggemaskan. Bahkan, saya sempat tersipu-sipu gemas
menyaksikan interaksi keduanya yang memang menjadi keunggulan utama film ini.
Bung Nichol memainkan peran sedikit berbeda dari biasanya dengan menjelma
sebagai aktivis lingkungan yang selalu
menggalau lantaran tak sanggup mengutarakan rasa. Dia bermain meyakinkan, begitu
pula Aurora yang enerjik dan senantiasa menyebarkan energi positif ditengah
nada penceritaan yang sendu. Saya sempat mengira, Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi akan meletakkan fokusnya pada dinamika
hubungan berstatus friendzone dari
dua manusia ini. Apalagi selepas Nara berjanji tak lagi-lagi mudah hati kepada
laki-laki. Tapi ternyata, film mengedepankan dua karakter lagi ke arena utama
penceritaan yang alih-alih membuat kisahnya menjadi kian menarik, malah justru
membuatnya terasa membosankan.
Masalah utamanya, karakter Juned
tak pernah benar-benar terlihat meyakinkan untuk menjadi seseorang yang membuat
Nara mengingkari janjinya sendiri. Satu hal yang saya pertanyakan, kenapa Nara
bisa mendadak kepincut dengan Junaedi sementara pertemuan pertama mereka
meninggalkan kesan buruk? Apa yang menyebabkan Nara berubah pikiran sedemikian
cepat apalagi di waktu yang sama dia sudah tak ingin lagi disakiti? Bukankah memilih
untuk kembali membuka diri kepada lelaki yang telah memperlakukannya dengan tak
hormat itu beresiko? Jujur, hamba bingung dengan jalan pikiran Dek Nara ini.
Andai keputusannya dilandasi oleh keinginan membalas dendam kepada Kevin yang
tidak tegas – terus-terusan maju mundur untuk mendeklarasikan cintanya kepada
Nara – sejatinya saya bisa mafhum. Tapi kenyataannya tak demikian,
saudara-saudara. Dia pun diperlihatkan kesengsem betulan kepada Juned yang
selalu diceramahi oleh ibunya (Karina Suwandi) dengan tema, “bukalah hatimu, Nak. Move on.” Ditambah
akting datar tanpa ekspresi dari Axel Matthew Thomas, makin tak bisa pahamlah
hamba mengapa Nara bisa sebegitu cintanya dengan lelaki yang selalu bersikap
sengak kepada orang-orang yang ditemuinya ini, termasuk kepada Kevin yang
membawa pada kesimpulan bahwa perangainya memanglah menyebalkan bukan karena
trauma patah hati. Atau, ini semata-mata kesalahan Axel dalam
menginterpretasikan peran? Entahlah. Yang jelas, interaksi mereka berlangsung
anyep, konflik yang mengemuka pun terasa repetitif. Belum ada separuh jalan
sudah kebosanan.
Diri ini sejatinya masih sanggup
menerima dialog-dialog puitisnya yang menggelikan (meski tetap belum bisa
mengalahkan mahakarya Bunda Tisa TS). Namun melihat Nara-Juned berduaan tanpa
ada chemistry atau menyaksikan kebersamaan
Kevin-Tiara yang dinaungi awan gelap, rasanya ingin bobo mumpung lagi hujan.
Tanpa sokongan akting apik duo pemain utama dan elemen teknis bekerja dengan
baik seperti sinematografi serta iringan musik, mungkin Seperti Hujan yang Jatuh ke Bumi sudah membawa saya ke alam mimpi
sedari awal.
Bisa ditonton di Netflix
Acceptable (2,5/5)


, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.






