
Satu – satunya yang menarik dari film ini adalah settingnya, Georgia. Beruntunglah sang sinematografer, John Lindley, pintar dalam mencari sudut – sudut menarik untuk ditangkap sehingga mata yang lelah menyaksikan The Last Song ini menjadi sedikit melek. Jujur sejujur jujurnya, The Last Song ternyata sama sekali tidak menarik dan jauh dari harapan saya. Selain kecantikan Georgia, tidak ada yang bisa dibanggakan dari film ini. Departemen kasting harus bertanggung jawab karena telah menunjuk Miley Cyrus dan Liam Hemsworth sebagai bintang utama. Jelas sekali Cyrus dan Hemsworth bukanlah pilihan yang tepat untuk mengisi peran Ronnie dan Will. Hemsworth mungkin masih lebih baik, tapi Cyrus tampil mengenaskan dan terlihat kebingungan. Ronnie yang meledak – ledak dan susah diatur ini menjadi datar di tangan Cyrus. Imej Hannah Montana masih melekat kuat dalam dirinya, hanya saja kali ini dia tampil agak sedikit ‘nakal’. ‘Percikan unsur kimia’ antara Cyrus dan Hemsworth yang seharusnya menjadi kekuatan film malah loyo tak berdaya. Astaga, apakah benar mereka berdua pacaran ? Karena yang terlihat dalam film adalah seperti dua orang yang tak pernah saling bertemu dan dipaksa untuk menjadi sepasang kekasih. “Kamu Miley Cyrus ya ? Mari menjadi kekasihku dalam film ini.”
The Last Song mungkin sudah tenggelam ke dasar samudra jika Billy Ray Cyrus muncul menggantikan Greg Kinnear, syukurlah itu tidak terjadi. Kinnear adalah malaikat penyelamat yang membawakan peran Steve dengan baik dan mampu mengundang simpati penonton. Meski hanya sebagai peran pembantu, untungnya porsi peran cukup banyak. Kesalahan terbesar dari The Last Song adalah keputusan Nicholas Sparks untuk menangani naskahnya sendiri. Dia memang lihai merangkai kata – kata romantis nan gombal dalam novel, tapi Sparks kewalahan saat diberi tanggung jawab membuat skenario. Ini menjadi bukti lain bahwa novel dan film adalah media yang berbeda. Seorang penulis novel handal sekalipun belum tentu sanggup mengerjakan skenario film, begitu juga sebaliknya. The Last Song berpijak dari sebuah skenario yang lemah dengan plot yang luar biasa klise, menjemukan dan mudah ditebak. Kegagalan Julie Anne Robinson dalam eksekusi berujung pada hasil akhir yang sama buruknya dengan naskah, lebih parah lagi menjadi film yang membosankan. Apabila ditangani oleh sutradara yang tepat, The Last Song mungkin bisa menjadi sedikit lebih baik. Nights in Rodanthe yang semrawut itu bahkan masih lebih lumayan dibandingkan The Last Song.
Poor
Trailer :

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.