
Pertama kali mendengar lagu ini, aku disergap perasaan melankolis. Green Day, dengan usia dan kedewasaannya yang sekarang, tergambar dalam lagu yang terdengar santai ini. Alih-alih menggunakan irama yang keras dan bersemangat seperti tipikal lagu-lagu lamanya, sekarang ia lebih ‘dapat diterima semua telinga yang mendengarnya’. Namun demikian, suasana ‘anak muda’ tetap dapat dipertahankan olehnya dengan apik. Bertemakan cinta yang hilang, Green Day seakan dapat mengambil sudut pandang manusia muda yang sedang patah hati, diliput rindu, tetapi tetap dapat menghadapinya dengan tenang dan terkesan cuek ala grown ups.
Kawan, aku taktahu apa pula makna di balik judulnya, ‘Suzie Chapstick’. Namun, kupikir ada tiga kemungkinan. Pertama, itu mengarah pada nama wanita yang ia ceritakan dalam liriknya. Kedua, ia merujuk pada Suzanne Stevia Chaffee (detailnya bisa kalian cari sendiri), yang maknanya berarti seseorang yang dulu pernah ada, kini telah hilang, dan sayangnya hingga kini terkenang dalam hatinya. Ketiga, Billie Joe memang ngawur saja. Asbun, kalau kata orang sekarang.
Apa pun itu, sedari awal lagu ini rilis aku ingin mengulasnya. Entah mengapa baru kali ini terlaksana. Kawan, kata dan nada yang dikombinasikan dengan rasa, itulah konklusi dari lagu ini. Sebuah masterpiece yang sempat bertengger di ‘most played song’ di Spotify-ku. Membaca ulasan ini, semoga kalian menikmatinya sebagaimana aku menikmatinya. Selamat menyusuri jalan yang hanya ada di masa lalu itu.
——————-
Suzie Chapstick
Will I ever see your face again?
Not just photos from an Instagram
Will you say hello from across the street
From a place and time we used to meet?
Akankah aku dapat melihat wajahmu lagi?
Tak hanya melalui foto-fotomu di Instagram
Akankah kamu menyapaku dari seberang jalan seperti dulu lagi?
Dari suatu tempat dan masa di mana kita biasa bertemu
[Di bait pertama ini, narator terdengar sangat merindukan seseorang yang rupanya dulu sangat dekat dan familiar. Entah apa hubungan mereka, bisa jadi seorang sahabat maupun kekasih.]
Sometimes everything just grows apart
Broken pieces from a busted heart
Not even the drugs seem to work
Living in the shadows where we lurk
Kadang sesuatu memang kian menjauh
Hingga mematahkan hati yang mulanya utuh
Bagaimana mengobatinya? Segala obat tidak bekerja
Kenangan itu tinggal dalam bayang-bayang yang menghantui
[Di bait kedua ini, narator mulai merasionalkan segala yang terjadi, bahwa menjauhnya manusia dari manusia lain adalah hal lumrah, meskipun itu menyakitkan dan ia tak dapat menyembuhkannya dengan cara apa pun.]
Outside my window, before the sun comes up to shine
It’s just another vacant, cold, and lonely night
Hari demi hari kulihat ke luar jendela, sebelum matahari terbit dan bersinar
Lagi-lagi hanya malam yang hampa, dingin, dan sepi.
[Di bait ketiga ini, narator seolah kehilangan semangat hidup. Malam berganti siang, dan siang berganti malam, tetapi ia hanya merasakan sepi.]
Do you remember the jokes we told?
Rumors from a long, long time ago?
Did we get over our innocence?
Did we take the time to make amends?
Ingatkah kamu lelucon yang kita tertawakan?
Segala rumor dari masa-masa lalu?
Apakah kita telah benar-benar lepas dari kepolosan kita?
Betulkah kita telah bertobat dari keusilan masa remaja itu?
[Lalu bayangan-bayangan masa lalu terulang dalam memori narator. Mulai kepolosan masa muda, candaan ringan, dan gosip-gosip yang mereka bicarakan sembunyi-sembunyi, semua terdengar jelas. Ia mempertanyakan apakah si lawan lakon sudah melupakan semua itu.]
Will you dedicate a song to me?
Do you want me to just go away?
I just want to be your nobody
Is there any chance that I can stay?
Akankah kamu menuliskan sebuah lagu untukku?
Ataukah kamu ingin aku pergi saja?
Aku hanya ingin menjadi bukan siapa-siapamu, tak apa
Tak adakah kesempatan untukku ‘tuk tinggal?
[Narator masih belum menerima semua itu, dan bertanya-tanya apakah mungkin ada ruang untuk mengabadikan nama mereka, ataukah semua itu harus hilang sama sekali. Ia mempertanyakan lagi dan lagi apakah mereka benar-benar tak dapat kembali bersama. Atau tidak dianggap pun tak apa, asalkan narator tetap berada di sekitarnya (dapat melihatnya).]
Outside my window, there is nothing but a sky
It’s just another vacant, cold, and lonely night
Hari demi hari kulihat ke luar jendela, tak ada hal lain selain langit
Lagi-lagi hanya malam yang hampa, dingin, dan sepi.
[Kali ini narator kembali melihat ke luar jendela, dan sadar bahwa tidak ada masa depan di mana mereka kembali bersama. Yang ia lihat hanya langit dan hanya ada langit.]
——————-
Menyayat, bukan?
Omong-omong, Kawan, saat menuliskan kata “tinggal” tadi aku jadi memikirkan sesuatu.
“Tinggal” adalah kata yang mengandung paradoks lembut. Di satu sisi, ia berarti “bertahan” atau “setia” seperti “stay” dalam bahasa Inggris. Di sisi lain, ia berarti “meninggalkan” seperti “leave” dalam bahasa Inggris. Bayangkan, dalam satu kata kecil, “tinggal” memuat dua makna yang berlawanan: kerinduan untuk tetap, sekaligus luka karena kehilangan. Betapa ia mengajarkan bahwa dalam setiap upaya bertahan, selalu ada kemungkinan untuk berpisah.
AR.
Pic source: Yura Forrat

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.