
RottenTomatoes : 88% | IMDb: 7,7/10 | Metascore: 85/100 | NikenBicaraFilm: 4,5/5
Wyck Godfrey, Marty Bowen, Isaac Klausner, Damien Chazelle ; Screenplay by Josh Singer ; Based on First Man: The Life of Neil A. Armstrong
by James R. Hansen ; Starring
Ryan Gosling, Claire Foy ; Music by Justin Hurwitz ; Cinematography Linus Sandgren ; Edited by Tom Cross ; Production
company
Universal Pictures, DreamWorks Pictures, Temple Hill Entertainment, Perfect World Pictures ; Distributed by Universal Pictures ; Release date
August 29, 2018 (Venice), October 12, 2018 (United States) ; Running time
141 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $59-70 million
That’s one small step for man, one giant leap for mankind.
Perjalanan ke bulan, dalam skala peradaban manusia, adalah sebuah perjalanan paling agung dan luar biasa yang pernah dilakukan manusia. Namun menampilkan kisah ini ke dalam sebuah karya film adalah hal yang terasa…. agak biasa saja. Maksud saya, kisah-kisah fiksi semacam Interstellar dan Prometheus sudah mengajak kita lebih dari “sekedar” ke bulan. Fantasi-fantasi semacam itu tentu saja jauh lebih menarik bagi penonton awam semacam saya daripada perjalanan realis ke “bulan doank”. Hal ini membuat saya sepanjang nonton terus menerus mengingatkan diri kalo yang saya tonton ini adalah “penjelajahan paling akbar yang pernah dilakukan manusia” supaya saya bisa meresapi film ini dengan lebih maksimal (dan nggak ngantuk). Selain “cuma ke bulan”, film yang diangkat dari kisah nyata ini juga sudah cukup diketahui semua orang di dunia. Inilah kendala membuat film dari kisah nyata yang sudah diketahui semua orang: unsur surprise-nya sudah hilang karena kita semua sudah tahu akhir ceritanya akan seperti apa. Apapun hal mengerikan dan mencekam yang ditampilkan, kita sudah tahu kalo akhirnya happy ending – misi Apollo 11 berhasil membuat Neil Armstrong menjadi orang pertama yang melangkahkan kakinya di bulan. Dua hal ini yang bikin First Man jadi lebih b aja dibandingkan film-film spaceship adventure lain, seperti Interstellar misalnya.
Untuk menampilkan kisah ini, Damien Chazelle sendiri lebih fokus pada aspek teknis (akan ada banyak adegan dalam cock-pit pesawat, wajah Ryan Gosling dalam helm astronot, dan para ilmuwan NASA berbicara hal-hal technical yang saya nggak paham) dan unsur realisnya. First Man disebut-sebut sebagai salah satu film luar angkasa paling sesuai dengan kenyataan yang ada, dan tampaknya tim produksi First Man memang berupaya sesetia mungkin dengan fakta sejarah dan logika sains. Bicara soal visual and technical aspect, First Man sangat luar biasa. Iya, adegan dalam cockpit pesawat itu bisa jadi sangat membosankan, namun adegan ketika tiba di bulan itu sangat….. breathtaking. Terasa sangat real, intim, sunyi, dan luar biasa indah. Sulit dilukiskan oleh kata-kata lah. Belum lagi ada iringan musik dari Justin Hurwitz (sahabat Damien Chazelle yang juga bekerjasama dengan Damien Chazelle di La La Land dan Whiplash) menambah sentimentil adegan ini. This scene is one of my favorite scene like…. ever. Tidak pernah ada adegan luar angkasa seromantis ini. *Spoiler*: dan ketika Neil Armstrong tampak melempar gelang putrinya yang sudah meninggal karena tumor ke dalam kawah di bulan… saya langsung nangis sesenggukan. Ini momen puncak yang menandakan bahwa perjalanan Neil Armstrong ke bulan bukan cuma perjalanan adu gengsi antara US dan Uni Sovyet, atau perjalanan ilmiah, namun juga perjalanan personal (dan mungkin spiritual) bagi Armstrong itu sendiri. *Spoiler ends*
Ryan Gosling dan Claire Foy sendiri mempertontonkan akting yang luar biasa baik (terutama Claire Foy yang beperan sebagai istri yang harus cemas setiap saat karena pekerjaan sang suami). Tapi, saya sendiri agak kurang merasa terhubung dengan karakter Neil Armstrong – yang diperankan Ryan Gosling. First Man tampaknya berusaha dengan baik menampilkan karakter Neil Armstrong yang asli: private, pendiam, calm, humble, dan tekun (atau nyaris robotik). Namun jujur saja, karakter semacam ini ga menarik kalo ditampilkan di film. Dan buat saya, film ini sendiri kelewat “subtil”, sehingga ada beberapa hal yang buat saya kurang nonjok, kurang membekas, dan bikin saya jadi agak susah nangkep. Saya bahkan tidak cukup paham motivasi apa sebenarnya yang memicu Neil Armstrong untuk pergi ke bulan – terlepas dengan adanya resiko nyawa sebagai taruhannya. Saya tahu ini ada hubungannya dengan kematian orang-orang terdekat Neil Armstrong, namun koneksi ini tidak saya dapatkan hingga akhir film ini. Atau memang tujuan Chazelle adalah sekedar membeberkan kenyataan yang sungguh terjadi berdasarkan studi karakter dan pengalaman hidup Neil Armstrong sendiri yang memang digambarkan “humble” dan “mahir menyimpan emosi”. Maka apa sebenarnya yang menjadi motivasi Neil Armstrong, cuma orangnya sendiri yang tahu. Hal ini cukup berbeda dengan ambisi dan passion yang sebelumnya dihadirkan dengan begitu kuat oleh Damien Chazelle lewat film-filmnya sebelumnya: Whiplash dan La La Land.
Anyway, di luar beberapa kekurangan yang saya jabarkan di atas, saya tetap menyukai First Man karena keakuratan ceritanya dengan situasi yang sungguh terjadi. Biarpun agak membosankan, cara Damien Chazelle menyampaikan filmnya tetap saja meninggalkan kesan manis dan membekas di hati… Sebelumnya saya memberikan skor 4/5 untuk film ini, namun menulis review ini sambil mendengarkan iringan scoring music dari Justin Hurwitz membawa saya pada kenangan dan perasaan kala menontonnya. Sayapun menaikkan skornya menjadi 4,5/5. Hmmm.. kayaknya saya harus nonton dua kali nih. Sungguh saya ingin menyaksikan scene tiba di bulan itu lagi. Kali ini ga boleh ngantuk.
*Spoiler* Oh ya, sebagian besar orang mungkin akan menyukai chemistry dan relationship antara Neil Armstrong dan istrinya yang dihadirkan Ryan Gosling dan Claire Foy dengan sangat kuat. That “tatap-tatapan mata dalam diam” scene di bagian akhirnya itu juga kerasa romantis banget dan bikin baper. Kalau kamu dan pasangan cukup bertatap-tatapan mata untuk bisa saling memahami, maka level hubunganmu sudah tinggi. But anywaaaaaayyy... sebelum nonton ini saya sudah tahu duluan kalo Neil Armstrong pada akhirnya bercerai dengan istrinya setelah 38 tahun menikah, dan tbh hal ini langsung bikin saya patah hati dan ngerasa hubungan cinta mereka percuma jika tidak abadi. Jadi adegan romantis di layar itu kayak sia-sia gitu lho. Hal ini serupa dengan yang terjadi pas saya nonton The Theory of Everything (Stephen Hawking bercerai dengan istri pertamanya). Saya ini emang orangnya ga masuk akal begini. *Spoiler ends*

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.







