
Orang yang pertama kali bersosialisasi dengannya di rumahnya yang baru adalah Will dan adiknya, Caulder. Saat mendapatkan luka kecil karena terjatuh di depan rumahnya, Will datang memberikan pertolongan. Ia bahkan membawa Layken masuk ke dalam rumah untuk mengambil perban dan mengobati luka itu. Begitulah perkenalan mereka selanjutnya. Dan itu masih berlanjut lagi ketika Layken meminta pertolongan untuk mencari toko makanan terdekat. Singkat cerita, mereka mulai sama-sama menunjukkan ketertarikan. Apalagi, ternyata keduanya memiliki kesamaan minat dengan sebuah band yang musik The Avett Brothers. Hingga, Will mengajak Layken ke sebuah pertunjukan Slam, di mana pengunjungnya datang untuk membacakan puisi mereka.
Namun sayangnya, kisah mereka tidak bisa bertahan lama. Sebuah fakta mengejutkan berhasil membuat cerita Layken dan Will harus kandas begitu saja. Karena, apabila mereka meneruskannya, banyak hal yang menjadi pertaruhannya. Bagi Layken, fakta ini benar-benar membuatnya hancur.
Saat ini aku tak mungkin bisa memahami seperti apa rasanya patah hati. Jika patah hati lebih menyakitiku satu persen saja dari yang sekarang kurasakan, aku tidak mau lagi merasakan cinta. Tidak sepadan. —halaman 86
Dan untungnya, di sekolah baru Layken, ia berkenalan dengan Eddie, si gadis eksentrik yang mempunyai kisah hidup kelam, dan menawarkan sebentuk persahabatan pada Layken. Bersama Eddie, dan puisi itulah, Layken menyuarakan perasaannya kepada Will. Dan bagi Will yang menyukai puisi dan pertunjukan slam, ia juga menyampaikan isi hatinya kepada Layken di sana.
Belum lagi, ternyata banyak fakta baru terkuak, yang membuat kehidupan Layken dan Will tidak semenyenangkan yang seharusnya dirasakan oleh orang-orang seumuran mereka.
“Lampauilah keterbatasanmu, Lake. Keterbatasan itu ada untuk dilampaui.” —halaman 253
Saya tidak menyangka bakal suka dengan novel ini, meskipun saya membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. Colleen Hoover menyajikan Slammed ditujukan untuk pembaca muda. Ya, senang rasanya membaca novel Hoover yang tidak dibumbui oleh adegan dewasa (horeee… akhirnya…!).
Beriksah tentang Layken–Lake–Cohen dan Will Copper, kisah kedua tetangga ini begitu manis, sarat dengan gejolak dan kegalauan masa muda di usia mereka. Hoover menyajikan kisah mereka dengan takaran yang pas. Dan juga, kedua tokoh ini tampil begitu mencuri perhatian dengan kisah dan karakter mereka masing-masing. Saya suka Lake, tapi saya jauh lebih suka Will. Bahkan Eddie, si tokoh sampingan pun, memiliki karakter dan kisah hidup yang menarik untuk disimak serta menuai simpati. Belum lagi, si dua bocah Kel dan Caulder. Lalu, Julia si ibu Lake. Bisa dibilang, semua karakter yang ada di sini mempunyai konfliknya masing-masing. Namun, dalam 336 halaman buku ini, semua masalah hadir dalam porsi dan waktu yang tepat. Tidak ada yang namanya berlebihan. Semua mempunyai timing-nya tersendiri. Sehingga, semua konflik terjalin dalam balutan kisah istimewa demi menunjang plot utama.
Berdasarkan secuplik informasi yang didapat dari blurb, saya sebagai pembaca novel Hoover tertantang untuk menebak-nebak kiranya apa yang menjadi ganjalan kisah cinta Lake dan Will ini. Kalau kau membaca 9 November yang berhasil menyembunyikan plot twist fantastis dengan apiknya, atau Confess yang juga memiliki plot twist tak terduga sebelumnya, kau pasti mempunyai semacam dugaan, tentang apa yang kiranya menjadikan hubungan ini menjadi cinta terlarang. Saya pun, memiliki beberapa analisis tersebut. Pertama, mungkin Will ada hubungannya dengan kematian (atau kehidupan) ayah Lake dulu. Kedua, barangkali Will memiliki keterkaitan pada Texas, tempat di mana Lake dan keluarganya tinggal sebelum pindah ke Ypsilanti. Namun, anggapan itu terbantahkan sendiri dengan fakta bahwa Will tinggalnya di Ypsilanti dan bahwa pertemuan pertama mereka memang terjadi di sana.
Lalu, kenapa kisah mereka harus berakhir? Jawabannya… sungguh sangat di luar dugaan. Dan akibat fakta ini, bukannya sedih terhadap nasib Lake, saya justru tertawa terbahak-bahak. Hahahaha. Bukannya simpati, saya justru memberikan respons yang… i know that feeling, Will! Hahahaha. Ingin kasihan tapi, ya mau bagaimana, saya justru tertawa. Dan justru, dengan adanya fakta ini, disusul dengan mengetahui kehidupan Will lebih dalam, saya jadi semakin bersimpati dan jatuh hati pada sosok Will. Andai di dunia nyata seperti ini karakter Will benar-benar ada….
(Bagi yang penasaran, saya akan berikan kutipan favorit saya yang mengandung spoiler di goodreads. Yeah, just because di goodreads bisa menyimpan spoiler.)
Saya senang karena di awal novel ini, penulis menyisipkan kutipan lirik-lirik The Avett Brothers. Meskipun saya tidak mendengarkan musiknya dan justru baru mengetahui eksistensi grup band itu, tapi saya suka sekali dengan beberapa liriknya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu. Salah satunya:
“Aku terus berkata pada diriku bahwa semua akan baik-baik saja. Kita tidak bisa membuat semua orang bahagia sepanjang waktu.” —The Avett Brothers, Paranoia In B Flat Major
Dan meskipun masih belum tahu kapan membaca kelanjutan serinya, tapi untuk seri pertama yang saya baca ini, saya benar-benar menyukainya. Novel ini bagus dibaca, meskipun masih ada beberapa adegan ciumannya, sih. Di-skip juga tidak masalah kalau memang tidak terlalu suka dengan bagian itu.
Satu pesan dari Julia untuk Layken (dan ini relevan dengan saya atau siapa pun, menurut saya) adalah…
Yang terakhir namun tak kalah penting, dan ini bukan yang paling remeh: Jangan pernah menyesal. —halaman 333

, Terimakasih telah mengunjungi Ulasani.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.